Tak
terasa kita terpisah oleh waktu dan jarak yang cukup jauh. Kalender yang
kusilang disetiap tanggal hampir genap dua bulan dan terpenuhi oleh coretan
tangan. Adakalanya benar apa yangdikatakan orang-orang, bahwa menunggu adalah
suatu pekerjaan yang menjemukan.Tapi tidak bagiku menantimu sama halnya
menunggu datangnya kebahagiaan. Dan bumi masih ajek berotasi. Kini yang kurasa,
begitu cepat berlalu melewatkan hari-hari tanpamu.
Risau yang semula kerap menghantui. Kini hilang seiring kau
berkali-kali meyakinkanku untuk tidak lagi berprasangka buruk tentangmu. Aku
telah membuktikannya. Waktu pun tidak lagi berjalan lambat. Sekalipun jarum jam
terus berdetak memutar, tidak sedikitpun aku tebersit merasa lelah untuk
menunggu. Mungkin kau bertanya mengapa aku bis amelewatkan hari begitu
cepatnya. Sebenarnya aku selalu menghindar untuk memandang jam, sebab jika
kerap kulihat, sepertinya jarum jam enggan untuk terus berdetak di detik
berikutnya. Sebagai pengingat waktu hanyalah suara adzan yang sering terdengar
sebagai penanda datang dan beralihnya pagi, siang, petang dan malam.
Itulah
trik yang aku terapkan.Jangan menghitung jarum jam yang terus berputar! Biarkan
jam itu berdetak dengan sendirinya. Percayalah, tanpa kau menghitungnya pun
secara otomatis hari akan terus berganti. Pada saatnya tiba, kita pasti bertemu
dan kembali untuk bersama. Kuharap kau pun mau mengikuti cara dan resepku
jikalau suatu saat nanti aku pergi entah kemana dengan waktu yang cukup lama.
Walau
kedatanganmu terhitung cukup lama. Aku masih mempunyai kesabaran berlebih. Jika
dan sesuai dengan yang kau rencanakan, berarti aku menyilang sampai tanggal 25.
Tak masalah menunggu sampai tanggal segitu. Tugas harianku masih tetap sama
seperti hari-hari yang lalu. Menjelang pergantian hari yang kulakukan hanyalah
menyilang tanggal yang juga melewatkan waktu sehari denganmu.
Aku
tahu kaupun merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasa. Terbukti setiap
kali kau mengabarkan melalui pesan singkat dan telepon, kau mengatakan arti yang
sama dengan apa yang kurasakan. Entah dengan cara apa kau membahasakan,
menurutku hanya beda kata namun sama makna dalam mengungkapkan rasa rindu. Dan
kita sama-sama saling merindu!
H-7.
Jika kuhitung dengan jam berarti 168 jam lagi aku akan bertemu. Banyak rencana
yang telah aku susun. Mulai dari rencana yang pernah kita rencanakan yang
hingga kini belum terealisasi sampai rencana-rencana baru yang aku ingin
jalankan denganmu. Salah satu diantaranya, aku ingin mengajakmu ditempat
terbiasa kita menikmati senja. Selain itu aku ingin mengulang sore dipelataran
candi dengan hamparan rumput hijau yang membentang luas bersamamu. Rencanaku
kelihatannya sederhana, namun aku begitu menikmati sisa hari denganmu di
tempatyang mungkin kau baru mengalaminya bersamaku.
Yogyakarta.Sisa
hari tak lebih dari hitungan jari. Dikota inilah kita akan berjumpa lagi.
Dikota ini pula kita berkali-kali bertemu dan berpisah lalu kembali lagi untuk
bersama. Momen-momen yang penah kita buat, yang katamu baik-buruknya kita,
telah mempersatukan dalam hubungan sebentuk cinta. Dan kita telah melalui semua
jalan yang berliku. Dari manis hingga pahit pernah kita rasa.
Usaha
yang kulakukan tak sia-sia.Sebentar lagi akan menuai hasil. Meskipun hanya
menyilang tanggal, aku akan berjumpa denganmu. Kau tahu betapa bahagianya
diriku. Dan kini kupaham arti sebuah penantian. Benar katamu, sungguh
menyesakan dada menunggu orang yang kita sayang.
Nawon
Kemit. Empatpuluhlima hari lamanya tak kupanggil namamu. Selama itu pula tidak
kudengar kau memanggilku dengan nama kesayanganmu. Aku rindu memanggil dan
mendengar kedua nama itu.
Impianku
akan segara terwujud. Mari berbagi dan melanjutkan cerita tentang hari ini,
esok atau kapan tentang kita. Untuk kita! Kikira itu lebih dari cukup untuk
menjalani sisa hari yang telah kita buang. Bukankah katamu hidup itu lebih dari
sekadar menunggu mati? Lain hal, mari berikhtiar.***
Rewulu, 18 Agutus 2010
(WFY)
NB;
- Kudedikasikan untuk seorang perempuan yang bertahi lalat didekat hidung dan yang biasa kupanggil Nawon Kemit.
- Sssssssst... Aku sedang merindu. Berkali-kali jatuh cinta dengan nama dan orang yang sama.
- Tulisan ini sebelumnya kutulis tangan di sebuah peron stasiun Rewulu. Saat itu aku sedang menikmati senja bersama adikku, Lailla, yang terus bernyayi tatkala datang dan perginya Kereta. "Naik keleta api ... tut ... tut ... tut. Siapa hendak tulut. Ke Bandung ... Sulabaya... Bolehlah naik dengan pelcuma.. Ayo temanku lekas naik... Keletaku tak belhenti lama..." lagu yang terus diulang-ulang dan tak pernah lampung, eh rampung dinyanyikan.
- Terima kasih kepada Ipang dan Ikang Fawzi, untuk lagu dan inspirasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar