Rabu, 30 Juni 2010

Seandainya Orangutan Bisa Bicara (part II)

Orangutan dan Kancil yang Mendongeng

Salam sejahtera untuk kalian (baca: manusia). Semoga Tuhan masih melindungi bumi beserta isinya, tak terkecuali kita dan para makhluk yang hidup di bumi. Saya atas nama gajah, kera, harimau dan beragam satwa berjenis kelamin jantan dan betina melanjutkan cerita, jerit tangis dan juga keluh kesah yang sedang kami (baca: satwa) alami.


Sekedar mengingatkan, sayalah yang terusir, terbunuh secara sistematik dan diambang batas kepunahan. Saya yang mengumpat dengan nama kalian seperti; Susila, Hitler dan Ka’ban. Semoga kalian masih mempunyai daya ingat yang kuat. Dan ketahuilah sayalah “pelacur” yang jalang. Ups maaf, bukan bermaksud merendahkan martabat kalian yang berjenis kelamin perempuan, yang bekerja sebagai pekerja seks komersial. Pelacur yang saya maksud hanyalah akronim. Baiklah saya ulang, sayalah pelaku curhat yang menyesalkan perbuatan kalian di hutan-hutan kami, tempat berlindung dan mencari nafkah serta bertumbuh kembang atau beranak-pinak dalam rangka meneruskan garis keturunan kami.


Masih ingatkah dengan saya? Mestinya kalian yang merasa pecinta binatang tahu dan mengerti betul siapa saya. Saya ingatkan, berdasar analisa yang dilakukan kalian, pernah juga dimuat di Koran Kompas tertanggal 12 april 2010, bahwasannya, habitat orangutan di Sumatera maupun Kalimantan kian terancam oleh pembukaan hutan. Sejumlah survei populasi orangutan antara 2004-2008 memperkirakan populasi orangutan di Sumatera tinggal 7.000 ekor dan di Kalimantan tinggal 54.567 ekor.

Semoga data yang saya paparkan menjadi bahan renungan kalian, betapa pentingnya hutan dan ekosistem yang ada di bumi.


Jika kalian masih bebal atau malas mengingat siapa saya? Saya adalah binatang yang oleh kalian diberi nama, entah siapa yang memberi nama. Umumnya nama saya, seperti halnya nama-nama tumbuhan. Biasanya diambil dari nama kalian yang memberi nama. Pemberian nama itu diberikan kalian berdasarkan tempat atau habitat saya. Misalnya, Pongo Pygmaeous orangutan di Kalimantan. Untuk habitat orangutan Sumatera yaitu Pongo Abelii. Mungkin di belahan bumi ini masih banyak nama Pongo-Pongo yang lain. Tapi untuk mempermudah dan gampang di ingat alangkah baiknya jika saya, Pongo Pygmaeous, yang mewakili dari sekian banyak Pongo-Pongo yang ada di bumi. Atau jika susah menyebut bahasa asing panggil saya orangutan saja.

***



“ Aum… Hrrrg” Harimau mengaum di pagi hari tatkala fajar menyinar belum sempurna. Masih pagi, embun yang menitik dan kabut masih menyelimut. Rimba raya beringsut ramai oleh kicau burung-burung mengabar pagi. Semua satwa terbangun dan memulai aktivitas naluriahnya. Dan kalian pun sama, terbangun lalu berutinitas, yang biasa kalian sebut sebagai mencari nafkah.


Di hutan, gergaji mesin mulai menderu, suara kapak yang beradu dengan kayu mulai berirama dan berkesinambungan. Yang tak kalah berisiknya, suara parang yang kalian tebas pada ranting-ranting kayu. Tak sadarkah kalian, bunyi-bunyi yang kalian ciptakan itu termasuk sampah audio. Kalian memang manusia pembuat sampah.


“Tekukur kur.. Kuk deruk kuok… Cit cit cit cuit” musik yang berasal dari burung-burung sebagai penghantar kami mengisi pagi pun terkalahkan dengan suara-suara yang kalian buat. Bising! Bisakah matikan gergaji mesinmu barang satu atau dua minggu, agar ilalang tumbuh mengganti pohon?


Betul kata kalian, saat yang tenang adalah di malam hari. Begitu sunyi, hening tercipta dengan suasana hewan malam yang saling bersahut. Jangkrik mengerik, suara sumbang burung gagak. Hem, walau alunannya tak semerdu kicau burung di pagi hari. Sungguh sangat menenteramkan suasana. Namun beberapa gelintir di antara kalian, masih saja mengganggu keheningan malam. Maling kelas bayi, membalak pada malam hari. Hei, dimana polisi hutan selama ini? Apakah sudah lelah meronda? Hah kecolongan lagi.


Hasan!!! Bah, kalian memaksaku untuk mengumpat. Sungguh sebenarnya saya tidak ingin mengumpat kali ini. Untuk kesekian kali pula saya meminta maaf jika saya mengumpat memakai nama manusia. Begitupun umpatan kalian yang sering menggunakan nama binatang. Aku tidak mempersoalkan.


Hei-hei tunggu dulu, tersiar kabar burung elang dihutan Kalimantan, kalian yang berprofesi sebagai polisi membekingi, melindungi cukong-cukong kayu dan anehnya lagi-lagi (alasan : pembenaran) bahwa pelindung cukong itu adalah oknum. Sudah menjadi rahasia umum, jika ada institusi yang salah satu dari anggotanya menyambi sebagai pelindung mafia-mafia kayu. Oh sepertinya bukan hanya itu. Bandar judi, miras, dan lokalisasi pun dilindungi dan lagi kalian tahu apa jawaban dari pemimpin institusi itu? Oknum! Hanya itu, ya itu saja, tidak lebih. Oknum kok banyak!


“Nguk nguk nguk” kalian tahu suara apa itu? Jika kalian mempunyai daya linuwih seperti nabi Sulaiman, kalian pasti akan tahu bahwa suara monyet itu mengisahkan kegundahan hatinya, katanya; makanan tak ada, aku tak sanggup lagi survival, sebab hutan sudah habis ditebang. Kira- kira seperti itu jika diterjemahkan dengan bahasa kalian.


Hei-hei kalian jangan marah atau merasa kebakaran jenggot. Benar jika saya mengatakan tanpa di imbangi data yang akurat. Apa yang saya paparkan berdasar kabar burung Beo yang pandai meniru ucapan manusia. Itu acuan data yang kami punyai. Data yang tersebar dari mulut ke mulut. Dari mulut manusia sampai ke mulut burung Beo.


Takutnya kalian memidanakan saya dengan tuduhan fitnah ataupun pencemaran nama baik. Tapi kok banyak teman-teman saya di penjara di kebun-kebun binatang atau taman-taman safari. Mereka itu tidak bersalah lho! Memang di negeri ini jika berkata kebenaran dan keadilan masih diisolasi di ruang-ruang penjara.

***



Hem saya bosan berbicara fakta dan cerita. Sepertinya saya kehabisan kata-kata untuk mencerahkan pikiran jahat manusia yang membabat hutan tempat lindung kami. Saya ingin berdongeng sajalah.


Alkisah di hutan Pegunungan Hyang, Argopuro[i]. Hiduplah sepasang Kancil mungkin usianya sekitar 1,5 tahun. Boleh dibilang remaja dan dalam masa puber. Tentunya kita masih ingat bukan? Itu lho lagu si Kancil anak nakal suka mencuri timun dan seterusnya. Saya lupa terusan lagu dan penciptanya. Maaf, kalau ada yang masih mengingatnya berarti kalian mengalami masa kanak-kanak dengan bahagia. Bapak atau ibu kalian pastinya orang baik, sebab masih sempat menyanyikan untuk kalian lagu itu sebelum tidur.


Nah di hutan Argopuro itu tinggallah sepasang Kancil yang bernama Kankan, kancil Jantan dan Cilcil, kancil betina.


Kan, hewan yang yang lain pada kemana ya?” Tanya Cilcil

“Wah aku tidak tahu, Cil” jawab Kankan

“Wah sepi ya hutan kita”

“Ah gak, biasa aja tuch, kan masih ada aku” Kankan bercanda agak genit

“Heh enak aja, jangan GR[ii] dulu lah. Emangnya aku mau apa sama kamu?” Cilcil menanggapi dengan sewot, mungkin dikiranya Kankan mengajak dirinya untuk berpagut mesra. Maklum di hutan cuma ada mereka berdua, apalagi suasana juga mendukung untuk itu


“Maksudku pada kemana si Merak, Lutung, Babi dan binatang yang lain? Kok tumben mereka-mereka tidak kelihatan untuk mencari makan?”


“ Ah mungkin mereka enggan menampakkan diri di depan kita. Bisa jadi mereka memberi kesempatan untuk kita berdua disini.”


“Ih apa sich, Kan?” Cilcil pergi meninggalkan Kankan seorang diri. Di dalam hati dia menggerutu “Memang susah berdiskusi dengan si jantan”

“Hei tunggu, jangan pergi dulu. Kok sensitif banget sich” berlari dan menghadang langkah Cilcil. “Aku kasih tahu sesuatu....”

“Apa itu?” jawab Cilcil yang masih menunjukkan muka sewot.

“Tidakkah kau merasa panas beberapa hari ini?”

“Ya, so what gitu loch[iii].” Cilcil memasang muka masam

“Tahukah apa penyebabnya?”

“Matahari bersinar terik dan panas”

“Selain itu?”

“Tak tahu lah. Emang gue pikirin?”

“Hutan di sebelah utara hangus terbakar”

“Hah! Lalu?”

“Menjawab pertanyaanmu yang tadi. Mengapa satwa lain tidak kelihatan? Ya itu sebabnya. Kebakaran hutan! Mereka berpindah tempat dan mencari perlindungan.”

“Siapa yang membakar?” Tanya Cilcil geram sebab merasa kehilangan teman satwa yang lain.

“Tak tahulah, emang gue pikirin” balas Kankan meniru ucapan Cilcil.

“Heh aku serius!!!” Cilcil membentak.

“Aku cuma bercanda kok. Katanya kabar-kabar burung sich karena matahari bersinar terik dan panas sekali. Mungkin matahari murka? Dan ada hembusan kabar burung yang lain mengatakan hutan yang terbakar itu memang sengaja dibakar” Kankan menjelaskan.

“Maksudnya?”

“Masak kamu tidak tahu sich?? Sengaja dibakar untuk dijadikan lahan perkebunan!”

“Oh…. Baguslah!”

“Lho kok gitu sich?”

“Iya kan kita bisa mencuri timun” jawab Cilcil terbahak.


“Huh kamu itu ya, tak beda jauh dengan pola pikir manusia. Oportunis[iv]!” gerutu si Kankan dengan jengkel. “Kamu mau kehilangan teman-teman kita yang lain? Teman-teman yang selama ini hidup di hutan?”


“Halah gitu aja sewot. Lagian aku Cuma bercanda kok!” terang Cilcil, masih menahan tawa.

“Bercandamu keterlaluan. TER…LA…LU” Kankan mencomel.

“Piss, Bung.. Peace. Damai, OK?” Cilcil meminta maaf sambil mengacungkan dua jarinya membentuk huruf “V[v]”.


Dan sepasang kancil itu terbahak-bahak menertawakan diri dan kelakuannya sendiri.

“Sini aku ceritakan sesuatu” kata Kankan sambil menggandeng tangan dan duduk dibawah pohon rindang.


“Apa?? Lekaslah bercerita” Cilcil berseru, dengan muka terheran. Cilcil menuruti apa yang dikatakannya.


“Sohibul hikayat. Dahulu kala ada sepasang kumbang yang bertanya seperti yang barusan kau tanyakan. Dimana teman-teman satwa kita? Dan jawabnya, sama seperti yang kukatakan kepadamu. Namun setelahnya, sepasang kumbang itu berandai-andai jika sang Pencipta memberi kesempatan. Mereka akan menjadi seperti apa yang diharapkan di masing-masing kepalanya” cerita terhenti. Kankan berlari menuju ke sebuah sungai yang hampir kering “Tunggu di sini, aku segera kembali”


“Hei, mau kemana? Ikuuuuut!” Cilcil berlari membuntutinya.

“Kenapa mengikutiku?” Tanya Kankan. “Bukankah tadi aku menyuruhmu menunggu?”

“Aku takut sendirian disana. Sepi tak ada seekor satwa pun yang menemani. Lagian aku juga haus.” ujar Cilcil beralasan.


“Gitu aja kok takut sich? Aku tadi ingin membawakanmu air.”

“Aku takut sepi” Cilcil mengucapkannya malu-malu “Tapi kan aku bisa mengambil minum sendiri”

“Wah kamu membatalkan rencanaku!”

“Rencana apa, Kan?”

“Sesekali melakukan hal yang romantis kepadamu bolehkan? Niatku tadi mau mengambilkan air untukmu dan juga setangkai edelwise[vi] itu.” Kankan menunjuk bunga abadi yang letaknya tidak jauh dari mereka berdua.


“Ah kamu” Cilcil tersipu malu. Dan sepasang kancil itu pun terdiam.

“Eh bagaimana kelanjutan cerita si kumbang tadi, Kan?

“Eh iya, Cil. Baiklah aku lanjutkan. Mari duduk disitu” Kankan menuntun dengan hati-hati ke tepian sungai, diatas batu granit mereka berdua duduk. “Si kumbang Jantan memilih menjadi singa. “Apa alasanmu, Bang?” Tanya si kumbang betina. “Iya aku ingin menjadi raja dari segala raja yang ada di belantara hutan. Makanku enak, daging. Minumku madu. Tubuhku kuat lagi kekar. Lariku gesit dan binatang lain tak berani denganku”. “Tapikan sekarang di hutan sepi. Tak ada satwa! Dapat darimana daging dan madunya?” si kumbang betina memotong. “Iya-iya, betul juga” Si kumbang jantan membodoh-bodohi dirinya sendiri. “Kalau kamu sendiri mau jadi apa, Kum?” si kumbang jantan balas bertanya. “Kalau aku sich pengennya jadi manusia”. “Hah, alasannya? Si kumbang jantan terkejut mendengar keinginan si kumbang betina.” Kalau jadi manusia itu enak. Semuanya serba enak. Makan enak, tidur enak, minum enak. Lihat saja di berbagai penjuru dunia, ada berapa ribu aneka rasa makanan dan minuman. Tidurnya juga empuk, mantul-mantul” jelas si kumbang betina”.


Si kancil jantan menghentikan dongengnya, lantas memetik bunga bakung dan menyelipkan di telinga si kancil betina. “Kau begitu menawan menggunakan hiasan ini” Dan lagi si kancil betina dibuat tersipu malu.


“Aih so swet, romantisnya” dengan muka yang memerah, Cilcil mengucapkannya lirih. Sepasang kancil itu sama-sama tersipu malu.


Untuk menghilangkan rasa malu, si kancil Jantan berinisiatif melanjutkan dongengnya. “Baiklah akan kulanjutkan. Tadi sampai mana ceritanya?” Kankan tergagap.

“Mmmmm sampai mana ya? Oh iya tentang si kumbang yang ingin menjadi manusia” Cilcil mengingatkan, tentunya masih tersipu malu.


“Yah, tentang si kumbang betina yang ingin menjadi manusia. Mendengar keinginan si kumbang betina itu, si kumbang jantan berubah raut wajahnya. Kesal bercampur sedih, sebab ia begitu benci dengan yang namanya manusia. “kenapa diam, Bang?” Tanya si kumbang betina. “Ah tidak, tidak apa-apa. Hanya melamun!” jawabnya singkat. “Apakah ada yang salah dengan keinginanku?” si kumbang Jantan hanya diam, masih terlihat cemberut. “Apakah yang salah, Bang?” Tanya si kumbang betina mengulang. “Oh tidak, tidak ada yang salah. Wajar saja kau berkeinginan seperti itu. Hanya saja aku alergi mendengar kata manusia” jelas si kumbang jantan. “Kenapa begitu? Tidak salahkan aku berkeinginan seperti itu?”. “Tidak ada yang salah. Wajar saja kau berkeinginan seperti itu. Tapi…..” si kumbang jantan bingung menjelaskannya. “Kenapa? ada apa dengan manusia?” si kumbang betina memancing si kumbang jantan untuk bercerita. “Tidakkah kamu merasa jika hutan yang sekarang kita huni kian hari kian sepi? Tahukah mengapa, itu tidak lain dan tidak bukan akibat dari perbuatan manusia!” terdiam mengambil nafas dalam-dalam. “Sadarkah kamu jika teman-teman kita, babi, ular, buaya bahkan harimau selalu diburu manusia?”. “Itu sebabnya aku ingin menjadi manusia” kata si kumbang teranggut-anggut dan berpikir. “Pantas saja manusia mencipta lagu “si kancil anak nakal” karena kau pun bertabiat seperti manusia pada umumnya” sindir si kumbang Jantan. “ Kau bertanya padaku, hutan ini sepi? Sebab harimau di kuliti, buaya dibantai lalu dikuliti lalu menjadi dompet, tas, sepatu dan aksesoris tubuh manusia lainnya. Begitupun dengan ular nasibnya sama persis dengan buaya. Babi diburu dagingnya untuk konsumsi manusia. Monyet di perangkap dan kemudian menjadi penghias di beranda rumah dengan jeruji besinya. Binatang sekecil semut sampai sebesar gajah di tangkap lalu dipertontonkan kepada banyak manusia. Apa yang manusia lakukan semata-mata untuk mendapatkan rupiah, uang! Alasan Artistis, seni dan ekonomilah manusia memperlakukan satwa sekejam itu. Mengapa hutan yang kita huni sepi? Itu jawaban atas pertanyaanmu,” si kumbang jantan menjelaskan menggebu-gebu, hingga meneteskan airmata. Si kumbang betina pun sepertinya baru menyadari dan larut dalam kesedihan. “Maaf aku tidak tahu. Hiks.. Hiks.. Mugkin aku yang terlalu bodoh dan naïf seperti manusia”. Si kumbang betina pun menangis sesunggukan meminta maaf. “Sudahlah, lebih baik tidak usah berandai-andai. Nikmati saja anugerah dan ciptaan Tuhan. Syukuri saja kita sebagai makhluk hidup yang bisa terbang. Dunia ini indah. Kepakkan sayap, mari kita kabarkan pada penjuru dunia, bahwa hutan kita telah dimusnahkan oleh manusia-manusia bodoh yang tak bertanggung jawab” si kumbang jantan menyemangati. “Dan sejak itu, kumbang menjadi pengabar tentang kerusakan hutan yang disebabkan manusia. Tamat” si kancil jantan menutup dongengnya.


“Huh, aku terharu mendengar dongengmu,” ujar Cilcil, melelehkan airmata. “Maaf atas pertanyaan konyolku tadi. Sungguh aku tak bisa menalar sejauh itu”


“Sudahlah, malam sudah beringsut pagi. Lihat, bulan tersenyum pada kita. Tersenyumlah manis” Kankan menghibur dan mengusap airmatanya yang terus mengucur.


“Aku tidak ingin seperti si kumbang betina. Hikss”

“Sssssst jangan seperti manusia”

“Iya maksudku manusia” Cilcil tersedu-sedu, meralat.

“Krik…Krik…Krik… Homo Homini Lupus[vii]…”jengkerik mengerik. “Homo Homini Lupus, Krik…Krik.. Krik..” mengutip Thomas Hobbes[viii].


“Hore masih ada kawan. Jengkerik!” Cilcil berteriak girang. “Tapi apa yang dikatakannya? Apa arti bahasa asing itu?” Tanyanya.


“Tanyakan saja pada jengkerik yang mengerik” jawab Kankan, mengerlingkan mata.

“Krik…Krik…Krik… Manusia adalah serigala bagi manusia lain. Janganlah menjadi manusia, meski manusia di beri akal oleh Sang Pencipta, sayangnya akal itu dipergunakan untuk saling membunuh sesama makhluk hidup bahkan merusak alam. Itu semata-mata hanya untuk kesenangan duniawi dan perutnya” jengkerik mengerik filosofis.


Mendengar petuah itu akhirnya sepasang kancil itu sadar bahwa dunia yang dihadapi penuh dengan tipu daya. Tipu daya manusia yang mengaku sebagai makhluk rasional.

***

Begitulah dongeng si kancil yang mendongeng tentang Hutan. Tentang tanah airnya yang dijajah oleh manusia. Jangan-jangan sifat dasar manusia adalah menjajah ya? Tidak semua seperti itu. Mungkin gak? Gak mungkin! Mungkin saja.



Hey kalian. Apa yang kalian lakukan malam ini? Semoga kalian malam ini berlibur dan tidak membalak hutan kami. Semalam saja, aku ingin tertidur nyenyak dan tidak terganggu oleh suara-suara berisik dari gergaji mesin yang kalian nyalakan. Ehm mungkin aku bisa bermimpi indah.


Oh iya, by the way. Saya sudah melihat video mesum mirip artis lho. Konon, video mesum itu mirip manusia yang bernama Ariel versus Luna Maya dan Ariel versus Cut Tari. Hot Pisan euy! Tapi sayangnya manusia yang bernama Luna Maya permainan seksnya tidak seagresif Cut Tari dengan Ariel ya? Hahahaha. Pasif coy!


Tuh kan sudah saya bilang bahwa kalian itu tak ubahnya seperti kami para binatang. Saya merasa kasihan dengan manusia yang bernama Ariel dan kedua rekan seksnya. Mereka di cerca, di hina dan di hujat dimana-mana. Ariel dan kedua pelaku menanggapi beredarnya video yang mirip dengannya, “Fitnah, ada orang lain yang menyebarluaskan video dan itu ranah privasi”. Kalau boleh memberi saran, saya akan mengatakan sudahlah Riel, akui saja jika memang kamu pelakunya. Tapi kalau memang kamu bukan pelakunya buktikanlah! Apa kamu lupa dengan pepatah manusia, sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga? Atau pepatah lain, sepandai-pandai menutup kebusukan lambat laun tercium juga baunya? Tenang saja, jika kamu merasa tidak diterima lagi di komunitas masyarakat oleh sebab perbuatanmu. Saya akan memberimu ruang di hutan. Kamu bebas melakukan apa saja sesuai keinginan. Ajaklah manusia yang bernama Luna Maya dan Cut Tari. Mau nungging, mau anal, mau jengking, pokoknya bebas! Lakukanlah apa yang ingin kau salurkan hasrat berahimu. Tapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, dilarang keras menebang, membalak pohon dan merusak hutan dalam bentuk dan dalih apapun. Kedua, sayangilah binatang sebagaimana kamu menyayangi teman-teman seksmu. Itu saja. Mudah bukan?


Jika bersedia. Hutan membukakan pintunya lebar-lebar, dan kamu, manusia bernama Luna Maya dan Cut Tari akan di sambut meriah oleh semesta penghuni hutan. SELAMAT DATANG DI REPUBLIK BINATANG.


Seandainya manusia yang bernama Ariel, Luna Maya serta Cut Tari resmi menjadi warga Negara Republik Binatang. Saya akan mengganti nama Ariel menjadi Tarzan, Luna Maya menjadi Jane, dan Cut Tari berperan sebagai teman selingkuhannya. (Kaya film Tarzan X itu lho). Kalaupun sudah menjadi Tarzan, jangan berharap menjadi raja, karena di hutan kami sudah ada raja, sang raja Singa. Kamu saya posisikan sebagai Juru bicara bidang keselamatan binatang dibawah naungan departemen HAB (Hak Asasi Binatang). Ya semacam penyambung lidah binatang atau terserah kamu saja mau membahasakannya apa. Yang pasti pada intinya, segala keluh kesah, pelanggaran HAB yang dilakukan oleh manusia, kamu jadi juru bicaranya. Sebagai publik figur mestinya kau bisa mewartakan kepada fans-fansmu. Kampanyekan bahwa di hutan banyak pengrusakan hutan secara sistematik yang dilakukan oleh manusia.


Wah saya kok jadi meracau. Tapi jika benar terjadi racauan saya, asyik juga! Khayalan itu ternyata cukup menghibur. Andai saja manusia yang bernama lengkap Nazril Irham itu mau. Hahahaha. Sudahlah cukupi saja andai-andai ini.



Sebentar ada yang terlupa, saya mau bergosip. Bukankah manusia yang bernama Cut Tari itu pembawa acara dalam tayangan Insert di salah satu tv swasta nasional? Pemandu acara gosip para selebritis. Wah Cut Tari kebanyakan menggosip, jadi digosipin dech! Hahahaha. Ngomong-ngomong manusia yang bernama Nazril Irham sang vokalis flamboyan itu, Luna Maya kok mau ya? Apa sich menariknya lelaki itu? Kalau saja saya jadi manusia yang bernama Cassanova, pasti sudah saya tentang habis-habisan hubungan kedua manusia itu. Tuh kan kena juga tubuhnya di gagahi. Ups… maaf saya melantur lagi. Lagi-lagi khayalan adalah sesuatu yang menghibur.


Baiklah kembali ke topik semula. Tentang hutan! Saya takut sang raja singa yang telah memberikan wewenang untuk berbicara memarahi saya. Lantaran ikut-ikutan manusia yang bernama Cut Tari yang sukanya bergunjing. Nanti saya ikut-ikutan jadi Biang Gosip! Jangan sampai virus Cut Tari merasuk pola pikir dan bicaraku. Hehehehe


Tidak usah bertele-tele. Konkrit saja! Saya serukan pada kalian. Walau dengan dalih ekonomi, pembangunan atau apapun itu hentikan pengrusakan, pembalakan liar hutan kami. Semoga kalian mengerti betapa pentingnya hutan dan kelangsungan makhluk hidup yang ada di bumi. Sebagai penutup saya ingin membacakan puisi yang berjudul; Hutan Utopia…


Banjir…. Air

Lonsor…. Tanah

Air hujan

Tanah gersang

Panas

Tahukah mengapa?

Tanyalah pada diri…

Murka Tuhan?

Bukan!

Kiamat?

Tidak

Tanyalah pada diri

Hutan meranggas

Air mengering

Menghirup udara segar?

Tidak mungkin!

Tanyalah pada hati nurani..


Sekian terima kasih. Kuharap kalian tidak bertepuk tangan. Sebab tepuk tangan kalian membuat luka kami kembali menganga (ups maaf, bercanda). Tabik.

Di kaki Gunung Ampon, 10 Juni 2010

(WFY)




NB

  • Ide cerita berawal dari membaca Koran kompas tertanggal 12 april 2010. Kerapnya saya menonton Film “The Burning Season”, yang diperankan oleh Raul Julia dan disutradarai John Frankenheimer. Dan film “Tarzan X”, serta menonton tv swasta nasional yang sering menyiarkan gosip dan pergunjingan publik figur (baca; artis) yang gemar mengkomersialkan kehidupan pribadinya. Disamping itu saya sering mendengarkan lagu “Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi”, pencipta Iwan Fals. “Berita Cuaca”, yang dipopulerkan Gombloh dan "Lautan Tangis"nya Sujiwo Tejo





Keterangan


i. Pegunungan Hyang, Argopuro secara geografis masuk di 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Jember, Situbondo, Probolinggo dan Bondowoso, Jawa Timur.

ii. GR bahasa gaulnya anak muda Jakarta, akronim dari GEDE RASA, mempunyai rasa kepercayaan diri yang besar.

iii. So What Bahasa Inggris; Terus kenapa? “So what gitu loch”, bahasa gaulnya anak muda Jakarta.

iv. Oportunis; sifat orang yang pandai mencuri peluang disaat ada kesempatan dalam kesempitan.

v. V simbol Perdamaian. Biasanya ditunjukkan dengan mengacungkan dua jari; jari telunjuk dan jari tengah.

vi. Edelwise adalah nama lain dari bunga abadi. Bunga ini tumbuh dilebatnya hutan atau di gunung. Namun sayangnya hampir punah dipetik oleh para pendaki gunung yang bertangan jahil.

vii. Homo Homini Lupus; Manusia adalah serigala bagi manusia lain.

viii. Thomas Hobbes adalah seorang filsuf Inggris yang beraliran empirisme. Pandangannya yang terkenal adalah konsep manusia dari sudut pandang empirisme-materialisme, serta pandangan tentang hubungan manusia dengan sistem negara

Seandainya Orangutan Bisa Bicara



Sebab apa kalian (baca; Manusia) menebang pohon? Mencari nafkahkah? Atau untuk memenuhi kebutuhan hidup? Sama! Kamipun butuh makan, butuh hidup seperti kalian. Tempat kami di belantara, tidak seperti kalian yang membangun rumah dan tatanan desa yang indah-indah, yang nanti pada akhirnya menjadi sebuah kota yang semrawut. Rumah kami adalah pohon-pohon yang menjulang dan rimbun, bukan rerimbunan gedung-gedung pencakar langit. Makanan kami adalah semua sumber pangan yang ada di hutan. Lalu jika kalian tebang, jika kalian rampok seluruh kekayaan kami yang ada di hutan, lantas kami mau makan apa?


Saya menolak relokasi di kebun-kebun binatang atau di pelihara di rumah-rumah kalian. Walau kami diberi makan yanng enak, segala kebutuhan tercukupi, tetap kami menolak sebab habitat kami bukan di kebun-kebun binatang ataupun kerangkeng yang kalian buat. Tempat kami sejatinya adalah habitat aslinya yakni hutan.


Tahukah kalian siapa saya? Sayalah yang kalian usir dari tempat saya berlindung. Pohon yang kalian tebang, hutan yang kalian rambah telah mengusir saya dan teman-teman saya dari hidup, makan dan beranak pinak serta bertumbuh kembang.


Sayalah yang tersingkir dan terusir dari rumah kami. Rumah yang teduh dengan rerimbunan pohon mahoni, ulin, cemara dan aneka pepohonan yang kalian sebut sebagai hutan. Dihutanlah tempat saya mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup dasar saya dan dan rekan-rekan saya.


Saya tanya kepada kalian, jika pohon yang kalian babat lalu dimana lagi tempat saya untuk berlindung? Saya dan teman-teman saya akan makan apa? Saya sudah lelah bermigrasi dari hutan ke hutan, tapi toh pada kenyataannya di selatan, utara, barat, timur dan segala penjuru arah, pohon-pohon telah kalian rampok. Yah kalian memang perampok, sebab pohon yang kalian tebang bukanlah hak atau milik kalian yang seenaknya di tebang begitu saja.


Oh iya saya sampai terlupa mengenalkan diri saya. Baiklah saya perkenalkan siapa sesungguhnya saya. Nama saya Pongo Pygmaeus. Entah manusia bernama siapa menamakan saya seperti itu. Tetapi pada umumnya orang-orang Indonesia menamakan saya dengan sebutan Orangutan ataupun Mawas dan bahkan masih banyak lagi sebutan untuk nama saya di berbagai daerah lain. Namun saya lebih sepakat dengan nama Orangutan, disamping yang memang hidup saya di hutan, kedengarannya lebih familiar di telinga orang-orang Indonesia. Saya juga termasuk hewan mamalia dan primata.


Walau hidup di hutan, kami mempunyai kemiripan dengan orang-orang pada umumnya, pembedanya hanyalah tubuh kami ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Sedang orang atau manusia hanya ditumbuhi bulu atau rambut dibagian kepala dan tertentu yang tertutup oleh pakaian. Secara fisik kami pun mempunyai kemiripan sama seperti orang pada umumnya. Kami mempunyai kelamin yang sama, dua kaki, dua tangan dan struktur bentuk tubuh yang manusia hampir mirip dengan kalian. Untuk jenis kelamin kami menamakan sebagai jantan dan betina, sedang manusia laki-laki dan perempuan. Konon katanya, saya memiliki kekerabatan dekat dengan manusia pada tingkat kingdom animalia, dimana orangutan memiliki tingkat kesamaan DNA sebesar 96.4%. Begitulah manusia mengkategorikan saya.


Saya tidak bermaksud untuk menyamakan saya dengan kalian, walau kalian yang sesamanya sering menyamakannya dengan kami. Jangan marah ataupun murka dengan interprestasi saya. Jadi jangan tersinggung jika kemudian kamipun menamakan atau terkadang menyamakan kalian seperti saya dan sebangsanya dan atau teman-teman kami yang lain, yang hidup di hutan. Beruntunglah kalian diberi kelebihan dalam hal berkomunikasi sehingga kalian bisa bercakap-cakap dengan sesamanya. Syukurilah kalian diberi akal dan pikiran sehat, tidak seperti saya yang hanya menggunakan naluri dan insting saja.

***


Bukankah kalian mempunyai Hak Asasi Manusia? Jadi apa salahnya jika saya dan sebangsanya mempunyai hak yang sama seperti kalian. Hak untuk tidak di buru, hak untuk tidak dikekang atau dibunuh dan hak-hak asasi yang lain. Jika boleh kamipun mempunyai hak yang bernama Hak Asasi Binatang, atau cukup disingkat HAB.


Hey kalian makhluk yang diciptakan berakal budi. Tahukah kalian jika kami merasa tersingkir berkat ulah-ulah kalian? Sadarkah jika perilaku kalian bisa membinasakan kami secara perlahan dan pasti?

Hey kalian semua manusia yang menganggap diri kalian sebagai makhluk beradab dan berbudaya. Dengarkanlah jerit kami. Tidakkah kalian merasa berdosa dengan semua perbuatan yang membunuh kami? Berapa ratus gajah kau bunuh dan di ambil gadingnya? Berapa harimau yang telah kau bunuh dan kau kuliti? Berapa rupiah yang kau dapatkan?


Susila!! Maaf saya mengumpat dengan nama manusia, jangan marah. Saya dan teman-teman sayapun tidak pernah marah jika kalian mengumpat dengan nama binatang seperti; Anjing, Babi, Buaya dan sebagainya. Kalian memang biadab! Dasar Hitler!! Kelakuan kalian tidak ubahnya seperti binatang, seperti saya dan spesies lain, yang sering kalian tuduhkan.


Saya jelaskan realitanya. Kalian membunuh teman-teman kami seperti buaya, Biawak, babi dan bahkan ular untuk dikonsumsi oleh kalian? Bukankah di agama kalian telah mengajarkan bahwa binatang-binatang yang kalian sembelih itu haram untuk dimakan? Kalian memang rakus dan sadis.


Hey kalian tuan dan nona yang beragama? Bukankah agama kalian telah diajarkan oleh masing-masing kitab suci yang kalian anut dan percaya? Apa perlu saya ingatkan kembali? Baca, pelajari dan pahamilah kitab-kitab suci. Saya tidak akan mengingatkan kalian tentang larangan-larangan atau haramnya binatang untuk dimakan. Sepertinya bukan kapasitas saya untuk khutbah tentang agama. Maklum saya bukan ahlulkitab, lagian saya hanya makhluk yang tak mempunyai akal dan pikiran. Berkhutbah sudah menjadi tugas dan wewenang Kyai, Ustad, Biksu, Pendeta, Pastur dan para pemuka agama.


Hey kalian makhluk yang bertuhan. Tahukah kalian rasanya jika ladang-ladang dan kebun sayur di balak oleh kami? Sakit bukan? Kamipun merasakan hal yang sama seperti kalian bagaimana tempat, pohon, dan hutan kami kalian balak. Tiba saatnya kami butuh makan dan balik membalak kebun dan ladang kalian justru dengan bedil kau tembak dan usir kami.


Saya turut prihatin, turut berbela sungkawa kepada gajah di Sumatera yang tertembak mati saat ingin mempertahankan hidup. Saya ucapkan salut kepada monyet-monyet di Jawa yang mati terbantai demi mempertahankan hidup. Salam kasih alam semesta untuk kalian yang gugur di bumi manusia yang penuh kezaliman. Inilah wujud pemberontakan kecil dari kami demi mempertahankan eksistensi dan habitat kami sebagai binatang.


Ka’ban!!!! Maaf saya menghujat dengan nama manusia lagi, sebagaimana kalian juga memaki dengan nama kami; binatang. Kalian memang keji, dimana akal sehat dan hati nurani kalian yang sering kalian agung-agungkan? Ah tai Bush!! Omong kosong dengan rasionalitas.

***


Jika kalian mempunyai hukum dan perundang-undangan mengatur kehidupan berbangsa, kamipun punya. Hukum kami adalah hukum rimba. Siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Hukum kami tidak tertulis sebagaimana hukum-hukum tertulis yang dibuat kalian. Hukum yang kami sepakati adalah mutlak dan dipatuhi oleh semua binatang yang menghuni di hutan. Dan semua spesies yang ada di hutan tunduk dengan hukum yang telah disepakati.


Jika kalian mempunyai pemimpin atau presiden dan aparaturnya. Jangan salah, kamipun punya. Berdasar seleksi alam, kamipun bersepakat untuk menjadikan Singa sebagai raja hutan. Sedang aparatur pemerintahannya dijabat oleh binatang bertubuh besar semisal Gajah, Badak, dan binatang-binatang yang tangguh.


Kamipun mempunyai angkatan bersenjata. Dalam ketentaraan kamipun mempunyai tiga angakatan, baik itu angkatan Darat, Laut (air) dan Udara. Angakatan darat di jabat oleh babi, ular serigala dan binatang darat lainnya. Angkatan laut dikomandani oleh Buaya, Hiu dan binatang air lainnya. Sedang untuk angkatan udara oleh burung Nazar, bulbul dan hewan yang bisa terbang. Kami juga mempunyai intelejen dan telik sandhi itu adalah burung elang, jerapah, dan Kutu, Lintah, semut dan binatang atau serangga kecil lainnya. Tentara-tentara kami adalah binatang-binatang yang berbisa, bercula, bertanduk, dan aneka senjata yang melekat ditubuh kami.


Itulah perangkat dan struktur pemerintahan kami. Sedang yang menjadi penasehat sekaligus merangkap sebagai juru bicara, kebetulan sang Raja Singa mempercayakan saya. Sebab populasi kami di negeri yang bernama Indonesia ini kian hari semakin berkurang bahkan cenderung menuju ke arah kepunahan.


Bukan saja undang-undang di negeri kalian saja yang menjadikan kami sebagai hewan yang dilindungi tetapi sang raja singa pun betul-betul melindungi eksistensi kami sebagai umat bianatang, walaupun sebenarnya kalian dengan berbagai daya upaya jelas-jelas mengurangi populasi kami.


Mungkin kalian heran mengapa saya banyak tahu tentang perbuatan kalian yang menjarah hutan dan merusak habitat kami,. Pembalakan hutan, pohon tempat kami tinggal. Kabar-kabar burunglah yang memberikan segala informasi perbuatan kalian yang merusak tempat kami berlindung.


Jika kalian masih ragu, saya berikan contoh. Pada suatu hari, dari Papua kami di beri kabar burung Cendrawasih, yang mengabarkan hutan yang selama ini dihuni oleh ribuan spesies binatang baik itu yang melata, mamalia dan segala spesies lainnya telah kehilangan habitat aslinya. Kalian yang mengelompokkan diri dan membentuk PT Freeport Indonesia telah mengeksploitasi sumber daya alam di tanah Papua. Berapa juta gelondong kayu yang kalian rampok? Berapa juta Ton emas dan tembaga yang kalian keruk? Dan lagi uanglah yang kalian cari.

***


Jika kalian memang makhuk rasional, mengertikah dengan pepatah Indian yang mengatakan “Jika Pohon terakhir telah ditebang, Ikan terakhir telah ditangkap. Sungai terakhir telah mengering, Manusia baru sadar kalau uang tak dapat dimakan,”


Ngomong-ngomong suku Indian saya teringat Amerika latin. Tepatnya di Hutan Amazon.. Saya kira persoalan hutan di Brazil dan di Indonesia mengalami persoalan yang sama. Sama-sama di eksploitasi, di balak dan di curi. Saya teringat sesosok manusia yang bernama Chico Mendes. Dia berjuang walau pada akhirnya kematianlah yang menjadi taruhan dari perjuangannya. Andai saja di negeri ini, Indonesia, ada satu saja manusia yang mempunyai atau paling tidak bisa mengilhami perjuangan Chico Mendes. Barangkali hutan yang masih tersisa di negeri ini, satu diantaranya bisa terselamatkan dari kalian-kalian manusia yang berprofesi sebagai pembalak ataupun perusahan pemegang HPH (Hak Pengelolaan Hutan) yang nyata-nyata meramnpok hutan ciptaan Tuhan. Hanya andai.


Dan sayangnya, mungkin negeri ini, tidak peka terhadap persoalan dan kondisi alam dan hutannya. Ada pun, hanya sekelompok orang yang mengorganisir diri dan membentuk organisasi yang bernama LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat) yang selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat. Yang konon bergerak di bidang penyelamatan sekaligus pelestarian hutan dan lingkungan. Ah lagi-lagi omong kosong. Selalu saja menggembar-gembor slogan, hentikanlah, stoplah, adililah apalah tentang hutan. Tapi pada kenyataannya mereka pun hanyalah sekumpulan maling teriak maling. Ups saya tadi ngomong apa? Maklumi saja jika saya makhluk yang tak berakal, tidak seperti kalian para manusia.

***


Terkadang saya merindukan hidup di jaman purba. Jaman dimana manusia dan makhluk hidup sebangsa kami hidup secara berdampingan dan bersinergi antar makhluk hidup yang ada di bumi.


Nenek moyang kalian hidup bersahaja dan menerima apa saja yang Tuhan telah berikan. Rumah tanpa dinding kayu, tidak beratap genteng. Mereka –nenek moyang- berteduh didalam goa-goa, di ceruk bebatuan yang tersedia di bumi. Tapi itu dulu!


Namun di abad kontemporer. Semakin berkembangnya peradaban dan tekhnologi yang dibuat manusia, justru malah untuk merusak pepohonan dan hutan. Buldozer yang sejatinya meringankan beban pekerjaan, justru malah menjadi alat perusak goa-goa dan tanah-tanah yang telah dirawat berabad-abad lamanya oleh nenek moyang kalian.


Sementara kalian mengeluh mengapa di tanah kalian sering terjadi longsor, banjir yang kerap melanda? Apakah kalian tidak menyadari bahwa sebab terjadinya semua bencana di tanah dan rumah kalian adalah akibat dari perbuatan kalian sendiri. Itulah hukum alam, hukum dengan ketentuan kodrat alam.


Saya tidak sedang berandai-andai terulangnya jaman purba. Konkrit saja, semoga kalian yang mempunyai pikiran, tidak merusak habitat kami. Syukurilah apa yang telah diciptakan Tuhan kepada kita sebagai makhluk hidup.

***


Saya lelah berkeluh kesah. Toh kalian juga tak pernah mengakui kami sebagaimana makhluk hidup. Tidak pernah memberikan ruang untuk kami, bagaimana cara mempertahankan hidup di hutan yang kalian jarah. Apa perlu saya memberontak? Merampok hutan palawija yang kalian buat? Sssssssssst suatu saat nanti kami akan membalasnya.


Baiklah untuk menutup segala keresahan kami, saya akan mengutip manusia yang bernama Karl Marx. Jika Karl Marx pernah mengumandangkan “Bersatulah Kaum buruh sedunia!”, maka saya pun akan melakukan hal yang sama, siapa tahu melegenda seperti slogan Karl Marx. Bersatulah Aneka Satwa di Dunia!!!


Di kaki Gunung Ampon, 28 Mei 2010

(WFY)



NB

Ide cerita berawal dari kerapnya saya menonton Film “The Burning Season”, yang diperankan oleh Raul Julia dan disutradarai John Frankenheimer. Dan film “Tarzan” (tanpa huruf X). Dan sering mendengarkan lagu “Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi”, pencipta Iwan Fals. “Berita Cuaca”, penyanyi Gombloh.