“Nasib
tersial dalam hidupmu adalah mencintaiku, Ve” kataku pada sebuah sore di
pelataran candi di timur kota Yogya. Kala itu aku mengantarmu menikmati senja
dengan sepeda motor merahmu.
“Oh
iya? Kenapa sial?”, jawabmu mencandaiku. Aku hanya tersenyum datar mendengar
pertanyaan singkat itu. Sedang kau masih asyik memotret lanskap yang terbentang
dipelataran candi. “Kenapa sial?”, tanyamu mengulang, sembari menoleh
kebelakang dan menatapku dalam-dalam. Tanpa disadari jemarimu begitu lihai
memencet tombol-tombol, sepertinya kau ingin melihat hasil dari bidikan dilayar
kamera digitalmu.
“Apa
yang kauharapkan dariku?” tanyaku memancing. Kau menatapku penuh heran, tampak
terkejut mendengar pertanyaan yang terlontar dariku. “Itulah kesialanmu. Kau
terlalu berani menjatuhkan cintamu kepada sesosok laki-laki sepertiku. Dengan
menjadikanku sebagai kekasihmu, pilihanmu keliru”.
Kau
masih memasang muka penuh tanya. Dahimu berkerut seakan didalam otak sesak
dengan kata yang akan menjawab pertanyaanku, namun urung juga terkatakan.
Kutunggu beberapa menit, memberi kesempatan merangkai kata namun tak kunjung
juga menjawab. Rasanya ingin sekali lagi menjelaskan, tetapi yang kurasakan
pikiranku mendadak kalut. Mulut terbungkam, tatkala melihatmu mematung diri.
Dan entah mulai dari mana kata yang ingin diperjelas, memberikan pengertian
atas keraguan yang selalu mengusik dalam benakku.
Keraguan
pada cintalah mulanya yang mengusik dalam pikiran. Ditambah lagi apa
istimewanya aku? Aku merasa dalam hidupku tak sedikitpun ada kelebihan yang
bisa kuberikan kepadamu. Lalu apa yang kauharapkan dariku? Aku membatin.
“Apa
Sich, mas...” kau mulai berkata, “Sudahlah jangan lagi kau pertanyakan lagi hal
seperti itu. Jalani saja. Saat ini yang kurasa, aku sayang kamu”.
“Tapi.....”
“Ssssssssssst,”
jari telunjukmu kautempelkan dibibirku, “benar aku mencintaimu. Siapapun kamu,
aku menerimamu utuh beserta baik dan burukmu. Dan cukup, tak perlu kau
pertanyakan lagi”. Kau menyuruhku menyudahi pembicaraan ini.
***
Sleman,
03 Desember 2011
-WFY-
NB:
Tulisan iki mung iseng-iseng ae..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar