Sabtu, 06 Februari 2010

Suka Duka Di Taman Hidup -Kisah pak Tua “ngGacor”- part IV

Pagi ini Paman Step belum juga terbangun dari tidur. Masih mendengkur pulas diliputi mimpi-mimpi. Tidurnya memeluk bantal guling, tubuhnya melingkar dan nungging. Beberapa tahun ini hanya bantal guling yang selalu ia peluk. Teman yang selalu setia menemani malam menjelang tidurnya. Sudah cukup lama ia tidak memeluk sang istri tercinta. Saking terlalu setianya, bantal guling itu sampai-sampai tidak berbentuk bulat dan memanjang. Terlalu sering di keloni hingga tepos dan tidak berujud seperti layaknya bantal guling.

Selama ini sang Istri lama berpisah. Bukan hanya pisah ranjang, tetapi juga pisah rumah. Berdasar pengakuan paman Step, sang istri tercinta sedang bekerja di tempat saudaranya di Nusa Tenggara. Negeri nun jauh di mata. Kisah asmara paman Step dengan istrinya selama ini dilakukan jarak jauh atau bahasa gaul masa kini Long Distance. Dan untuk urusan persetubuhan sah pun dilakukannya dengan cara jarak jauh pula, via mimpi. Mimpi basah!

Entah benar apa tidak pengakuan itu. Tidak semua orang tahu menahu latar belakang kehidupan keluarganya. Lagaknya paman Step merahasiakan silsilah bibit-bebet-bobot keluarga yang dibinanya. Tapi ada salah satu orang yang berani memberi kesaksian –sumber terpercaya- bahwa selama ini istrinya tinggal satu kabupaten tetapi berbeda kecamatan dengan dirinya. Paman Step tinggal di kota sedang sang istri bermukim di desa, berjarak hanya 30 Km dari Kota. Berdasar rumor yang beredar, di kampung tempat istrinya bertempat tinggal, ia sudah menikah lagi dengan pria yang lebih baik daripada paman Step.

Hampir jam 9 pagi belum juga terbangun, padahal semalam ia sudah tertidur pulas pukul 22 kurang, sebelum acara televisi –Discovery Channel- favoritnya berakhir. Pagi ini, paman Step menggigil kedinginan berselimut kain korden berwarna cokelat. Tidur mepet pojok tembok kamar pribadinya. Tidak ada yang berani meniduri tempat ia terbiasa merebahkan tubuh. Sama sekali tidak ada yang berani membangunkankannya. Semau-mau dia, sekarepe dewe! Tapi ketika giliran kami bangun siang maka ia dengan cerewetnya mengomeli. Tidak produktif katanya.

Tidurnya masih lelap. Dengkurnya masih keras terdengar, -walau hingga kini tidak pernah diakui jikalau ia mendengkur. Mungkin paman Step lupa, jika ia tak lagi dibuatkan kopi oleh istri tercantik. Disetiap paginya ia membuat kopi untuk dirinya sendiri. Menikmati hari tuanya tanpa pelayanan dari sang istri ataupun anak-anak yang dicintai. “Hidup ini harus mandiri, bagaimanapun juga hidup ini tetap dilalui. Inilah jalan yang sudah menjadi kehendakNya” Paman Step berkilah.

Setengah tahun yang lalu ia berhasrat untuk menikah lagi. Berita itu sudah tersebar dimana-mana. Bukan lagi menjadi rahasia umum. Kabar itu begitu heboh dan menggemparkan! Semua tercengang mendengar kabar itu.

Paman Step beringinan menikahi seorang janda beranak satu. Seorang wanita yang kerap bertandang di kantornya. Hanya saja janda yang ingin dinikahi berusia 27 tahun. Selisih 28 tahun lebih muda dari usia paman Step sekarang. Alasan ia ingin menikahi janda itu, konon ia ingin menyelamatkan biduk akan keberlangsungan kehidupannya yang carut marut. “Hidup perempuan itu laksana seorang diri di dalam perahu yang terombang-ambing di tengah lautan. Ia bimbang, masih labil dan butuh nahkoda” alibinya. “Sama sekali tidak ada kepentingan ataupun motif lain selain hanya untuk menyelamatkan dia” paman Step berdalih.

Berdasar investigasi secara mendalam, usut punya usut. Ternyata ada sebab lain mengapa paman Step begitu ngebet menikahi janda beranak satu itu. Rupa-rupanya janda itu telah mengingatkan kembali kenangan masa lalu dengan istrinya yang telah pergi meninggalkannya seorang diri.

Raut wajah hingga lekuk tubuhnya persis dengan istri yang pernah dikawini. Apabila dilihat di foto. wanita itu mempunyai kesamaan dan mirip sekali dengan istrinya. Rambutnya panjang, tinggi badan, berat badan dan parasnya hampir-hampir mirip dengan istrinya waktu pertama kali ia nikahi dulu. Dari segi fisik hampir sama. Serupa tapi tak sama, hanya umur yang berbeda, tidak setua istrinya yang sekarang.

Sebab lain, mungkin saja paman Step sudah lama tidak menyalurkan hasrat biologisnya. Entahlah jika sedang berlama-lama di kamar mandi. Apa yang dilakukannya? Semua orang tidak berani mengintipnya.

Ngomong-ngomong hasrat biologis. Konon kata paman Step, liburan natal dan tahun baru kemarin, ia telah menggagahi gadis bule dari Amerika. Di pulau Dewata lah ia menyalurkan hasrat biologisnya. Ia menggauli bule itu di dalam tenda tepian pantai Sanur. Semua orang yang mendengarkan hanya tersenyum sinis tidak mempercayai ceritanya. Teman-temannya meragu. “Jika kalian tidak percaya, slepping bag saksinya!” meyakinkan kebenaran ceritanya. Padahal bulan desember kemarin ia cuma berdiam diri di kantor dan tidak bepergian kemana-mana. Masih dengan ceritanya, slepping bag jadul miliknya kerap kali untuk melakukan perbuatan maksiat. Menggauli gadis-gadis pada zamannya semasa ia menjadi mahasiswa. Itu baru konon katanya. Kami hanya cengar-cengir tak mempercayai. Lha wong saksinya hanya Tuhan dan Slepping bag. Meneketehe. Ada-ada aja nich si paman Step.

Berbicara seputar dada dan selangkangan wanita, paman Step memang ahlinya. Dikisahkan pada masa mudanya, ia memasang sebuah susuk berupa pelor di penisnya. Katanya dengan susuk itu maka si penis akan mengencang, kuat, keras dan tahan lama di saat melakukan persenggamaan. Di wajahnya ia juga memasukkan beberapa susuk yang berguna sebagai kharisma dan pemikat untuk para wanita-wanita yang disukainya. “Niscaya para wanita-wanita akan klepek-klepek” Selorohnya tertawa terbahak-bahak. Ia mengenang masa mudanya. Semua orang tahu, jika ia sedang memulai bercerita maka ceritanya akan selalu dilebih-lebihkan. Lebay!

***

“Saya akan segera melamarnya, paling lama akhir bulan ini. Secepatnya!” kata paman Step memulai pembicaraan. Kata-katanya begitu yakin dan penuh percaya diri.

“Lho istri paman yang jauh disana gimana?” aku pura-pura tidak tahu permasalahan sebenarnya.

“Saya akan menceraikannya. Sekarang sedang di proses di pengadilan agama” dengan mantap dan tegas ia menjelaskan.

Aku hanya termanggut-manggut, sedang teman-teman yang lain hanya tersenyum mendengar paman mencurahkan isi hatinya. Maklum sudah lama tidak mensetubuhi istrinya yang sah. Sepertinya paman Step sedang mengalami masa puber kedua, dimana libido seksnya mulai menggebu-gebu.

Entah apa lagi yang paman ingin kabarkan. Selama ini, pikiran paman Step hanya tertuju pada wanita yang menyerupa istrinya. Ia tergila-gila kepada janda beranak satu yang selalu disebut-sebut sebagai calon pengganti istrinya. Layaknya anak muda saat merasakan jatuh cinta. Apapun itu akan dilakukan demi si gadis untuk mau menjadi pacarnya. Demi cinta, di suruh makan tai pun kayaknya dimakan juga oleh paman Step.

Perempuan itu memang familiar, ia cepat akrab dengan teman yang baru dikenalnya. Keakrabannya dengan teman-teman membuat paman Step cemburu. Pernah pada suatu malam perempuan itu bermalam di kantor. Ia tidur bersama, berhimpitan bersama teman-teman. Lantas paman mengusir teman yang bersampingan dengan wanita itu, dan ia serta merta menggantikan posisi tempat tidurnya sembari menyelimutkan dengan kain korden yang biasa ia pakai menjelang tidurnya. Oh so sweet, romantis sekali.

Paska perkenalannya dengan paman Step, kini ia mengalami perubahan penampilan secara signifikan. Ia juga mengalami depresi yang sangat akut. Rambutnya di potong pendek menyerupa pria. Pernah kutanya mengapa memangkas rambut panjangnya itu? Jawabnya sederhana; agar paman bisa melupakan dirinya dan tidak lagi menyama persiskan dengan istri paman yang ada di dalam foto.

Sepandai-pandai merubah penampilan, bagaimanapun juga, bagi paman ia adalah replika istrinya pada masa mudanya dahulu. Istri yang pernah ia kawini.

***

Lambat laun, selang 6 bulan kemudian. Kabar pernikahan belum juga tersiar. Tidak ada yang mengabarkan berita pernikahan itu. Gonjang-ganjing pernikahan paman Step seakan redup begitu saja, bagai tertelan bumi dan tak pernah muncul dipermukaan mulut paman Step. Sesumbar yang ingin menikahi janda itu hanya isapan jempol belaka, tidak terbukti. Melamar tidaknya entahlah? Andaipun melamar pastinya akan ditolak mentah-mentah oleh pihak keluarga si perempuan itu. Mana ada bapak yang rela anaknya di nikahi oleh seorang tua yang sudah bercucu? Lagi pula usia calon mertua lebih muda dari usia paman Step.

Tersiar kabar janda beranak satu itu tak pernah lagi datang ke kantor. Tidak diketahui alasan mengapa ia tidak mau beranjang sana. Berdasar info yang didapat dari teman-teman sekantor dengan paman Step. Ternyata perempuan itu takut dengan sikap-sikap paman yang terlalu berlebihan memperhatikan dirinya. Posesif! Di larang bergaul dengan si ini, dilarang bermain dengan si itu. Selalu membatasi ruang gerak perempuan yang dicintainya.

Dan paman Step masih tergila-gila pada sesosok menyerupa istri yang dinikahi pertama kali. “Saya itu mantan tentara, pangkat saya Letnan Dua. Jangan bilang saya seorang tentara kalau apa yang di inginkannya belum tercapai, lantas menyerah begitu saja” paman Step berprinsip. Semangatnya masih menggelora untuk menaklukkan hati janda beranak satu itu. Ia benar-benar jatuh hati padanya. Tapi entah sampai kapan? Hingga kini, hampir memasuki bulan ke delapan tuk kunjung juga tersebar undangan pernikahannya. Tidak ada bisik-bisik kabar bahagia yang terlontar dari mulut paman Step. Apakah ia gagal dalam bercinta? Mungkin cintanya bertepuk sebelah tangan!

***

09.13 Wib. Ups paman Step akhirnya terbangun juga dari tidur panjangnya. “Selamat pagi” ia berucap sapa. “Tumben kalian bangun lebih pagi dari saya!” sembari berjalan kearah rak piring, dan mengambil gelas lalu membuat kopi. Itulah ritual awal di pagi hari sebelum mandi. Segelas kopi hitamlah yang menemani hidupnya sepanjang hari.

Kami hanya berkerut dahi dan tidak begitu menghiraukannnya. Sesekali tersenyum dan melanjutkan aktifitas masing-masing.

Selamat pagi dunia. Hei sudah siang Bung? Mari berkelakar, kami sedang butuh hiburan.

Taman Hidup, 05 Februari 2010

(WFY)

Tidak ada komentar: